Pernahkah kita melihat lomba lari 100m? Ada banyak ekspresi pelari. Ada pelari yang melesat kencang namun sesekali menoleh ke kanan ke kiri untuk memastikan posisi lawan-lawannya. Ketika mencapai finish ia segera mencari peringkat yang dihasilkan dibanding dengan peringkat lawan-lawannya. Namun, ada pelari lain yang memacu larinya dengan tetap menetapkan pandangannya ke depan. Begitu finish, ia melihat papan score untuk melihat apakah waktu yang ditempuhnya jauh lebih baik dibanding catatan waktunya sendiri sebelum itu.
Inilah pelari sejati yang mengejar peningkatan prestasi; memperbaiki kesempurnaan diri. Ia tidak peduli dengan dimana dan siapakah lawan-lawannya. Ia lebih berkonsentrasi untuk memecahkan rekor dirinya sendiri. Ia ingin jauh lebih baik dari prestasi sebelumnya. Ia berkompetisi dengan dirinya sendiri bukan dengan orang lain. Dengan demikian ia merasa tak perlu melakukan kecurangan-kecurangan atau trik-trik agar orang lain terkalahkan.
Bagaimana hal ini dapat dicerminkan dalam kehidupan kerja? Ada orang yang bagaikan pelari pertama. Lebih banyak melirik ke samping kanan kiri. Ia mudah kesal karena jabatannya tersalip oleh orang lain yang lebih muda. Ia lalu berupaya agar ia tetap terdepan dengan melakukan semua hal. Kompetisi semacam ini sangat berbahaya dan menimbulkan pelanggaran etika tim kerja.
Misal, hasud, fitnah, sikut-sikutan dan sebagainya. Apa jadinya bila dalam sebuah kesebelasan sepak bola setiap pemain ingin mencetak goal, tak peduli apakah tugasnya sebagai penyerang, pemain bertahan atau penjaga gawang.
Ada orang yang bagaikan pelari ke dua. Ia berkonsentrasi untuk menjadi terbaik dari dirinya sendiri. Baginya tak ada artinya bila ia menjadi juara dengan mengalahkan orang lain. Ia lebih suka menjadi juara karena mengalahkan dirinya sendiri. Dalam tim kerja ia ingin menjadi yang terbaik di bidangnya bukan menonjolkan diri di atas tim kerjanya. Bila ia adalah penjaga gawang maka ia lebih berkepentingan untuk menjaga agar gawangnya tak kebobolan ketimbang berusaha mencetak goal. Karena kepahlawanannya diukur dari seberapa baik ia melindungi mistar bukan seberapa banyak goal yang diceploskan ke gawang lawan.
Ada dua hal yang dapat kita petik dari sang juara sejati. Pertama, kita harus senantiasa berusaha melakukan lebih baik bukan sekedar mempertahankan prestasi sebagai yang terbaik dibanding orang lain. Karena prestasi berarti memecahkan rekornya sendiri bukan sekedar menjadi nomor satu. Kedua, secara langsung kita juga mendorong peningkatan prestasi tim kerja agar juga menjadi lebih baik dari prestasi sebelumnya. Ini berarti kita harus saling bantu sesama rekan sekerja agar semua orang dapat dengan mudah memecahkan rekornya sendiri. Bukankah dengan membantu orang lain memperbaiki prestasinya secara tak langsung juga akan memudahkan memperbaiki prestasi kita sendiri.
Mengantri dan matematika
7 years ago
No comments:
Post a Comment