Pages

Monday, October 26, 2009

BERIKAN BINGKISAN

Ada ratusan toko berjajar di kota ini. Di dalamnya terpajang ribuan bahkan jutaan barang menarik untuk dibawa pulang. Anda hanya perlu sedikit kelapangan hati untuk membeli sebuah produk sederhana, mengemasnya secara hati-hati, menyisipkan secarik ucapan, dan memberinya sebagai bingkisan pada rekan kantor yang telah menjalin kerja baik selama ini. Bukan soal berapa uang yang harus anda belanjakan, namun seberapa panjang hubungan yang ingin anda rajut dengan mereka.

Berikan bingkisan sebagai tanda penghargaan dan terima kasih pada karyawan.
Anda mungkin tak mampu menjadi pemimpin yang baik, menyediakan lingkungan kerja yang menyenangkan, atau memberikan upah yang mencukupi seluruh kebutuhan mereka, namun anda bisa berikan sekotak bingkisan dari lubuk hati anda. Percayalah, sesuatu yang berasal dari hati selalu singgah di hati pula.

Makan saja dulu itu semua

Smiley:

Setelah melalui perjalan yang berat dan melelahkan karena harus melewati tiga bukit dan ngarai, sang petani tiba di rumah kyai. Kyai menanyakan maksud kedatangannya.

Petani: "Saya ingin bertanya, apakah kepiting kali itu halal atau haram?"

Kyai: "Sebelum menjawab itu, saya ingin bertanya terlebih dulu, apakah kamu punya empang?"

Petani: "Punya, Kyai."

Kyai: "Apakah di empangmu dipelihara macam-macam ikan, seperti mujair, tawes, mas, nila, gurami?"

Petani: "Iya , Kyai."

Kyai: "Apakah kamu juga beternak ayam atau bebek seperti petani di sini?"

Petani: "Iya, Kyai."

Kyai: "Nah, kalau begitu, makan dulu saja itu semua, janganlah dulu kamu persoalkan kepiting kali. Bukankah ayam, itik, ikan itupun mungkin tak habis kamu makan, jangan kau susahkan hidupmu dengan persoalan kepiting kali."

Smiley...! Angan-angan menjauhkan kita dari hidup yang sekarang. Bukan persoalan apakah telur atau ayam yang lebih dahulu diciptakan, namun apakah kita bisa memanfaatkan apa yang ada di tangan kita sekarang. Sebutir telur yang nyata-nyata berada dalam genggaman jauh lebih berharga ketimbang seekor ayam di angan-angan.

Wednesday, October 21, 2009

KAMI BUTUH SEORANG MARTIR

Jangan-jangan, sebenarnya kami tak butuh mereka yang bergelar negarawan.
Kami juga tak butuh mereka yang bersematkan bintang-bintang di dada.
Kami pun tak butuh mengangkat pemimpin besar apalagi wakil-wakil permusyawaratan.
Kami hanya butuh seseorang dengan sosok sederhana, yang mengubur ego-nya jauh-jauh ke dalam bumi; yang mempersilakan punggungnya ditempa beban orang lain; yang membolehkan keringatnya dihirup panas mentari; yang tak jera mengerat daging dan memeras darahnya sendiri untuk makan dan minum kami.

Tak ada gunanya gelar terhormat, taburan bintang tanda jasa, kedudukan tinggi dan nama-nama mulia, bila anda yang mengaku pemimpin tak berani mati bagi kami. Kami tak butuh apa-apa, selain secarik nyawa anda yang rapuh itu. Kami hanya butuh martir. Setelah itu, bolehlah anda cantumkan gelar-gelar luhur di bahu anda, meski kami tahu martir tak butuh apa-apa.

KAMI BUTUH SEORANG MARTIR

Jangan-jangan, sebenarnya kami tak butuh mereka yang bergelar negarawan. Kami juga tak butuh mereka yang bersematkan bintang-bintang di dada. Kami pun tak butuh mengangkat pemimpin besar apalagi wakil-wakil permusyawaratan. Kami hanya butuh seseorang dengan sosok sederhana, yang mengubur ego-nya jauh-jauh ke dalam bumi; yang mempersilakan punggungnya ditempa beban orang lain; yang membolehkan keringatnya dihirup panas mentari; yang tak jeri mengerat daging dan memeras darahnya sendiri untuk makan dan minum kami.

Tak ada gunanya gelar terhormat, taburan bintang tanda jasa, kedudukan
tinggi dan nama-nama mulia, bila anda yang mengaku pemimpin tak berani mati
bagi kami. Kami tak butuh apa-apa, selain secarik nyawa anda yang rapuh itu.
Kami hanya butuh martir. Setelah itu, bolehlah anda cantumkan gelar-gelar
luhur di bahu anda, meski kami tahu martir tak butuh apa-apa.

Monday, October 12, 2009

JANGAN KEHILANGAN KEMANUSIAAN KITA

Anda menjumpai seorang lelaki tua, dengan penglihatan yang lamur bahkan hampir buta, berjalan terpincang-pincang, sedang berdiri termangu-mangu berdiri di tepi trotoar, bermaksud menyeberangi jalan raya besar lagi riuh.
Tongkatnya terlepas entah kemana. Apa yang anda lakukan bila itu adalah ayah kandung yang anda cintai sepenuh hati?
Pasti, anda dengan meluluhkan air mata memeluk hangat, menuntun beliau sampai ke seberang. Tak ada kewajiban bagi anak yang berbakti selain menyelamatkan ayah bundanya, meski tahu di hadapan pengadilan, ketuk palu hakim berkata lain.

Namun, apa yang anda lakukan bila lelaki tua itu adalah lawan politik anda?
Akankah anda mendorongnya jatuh ke riol, atau membiarkannya terjerembab di genangan selokan bau? Janganlah perbedaan politis, perbedaan agama, perbedaan garis mata, dan perbedaan apa pun membuat kita kehilangan kemanusiaan kita yang beradab. Boleh kita kibarkan bendera warna-warni, namun janganlah itu menggantikan langit biru yang memayungi semua manusia.

Monday, October 05, 2009

KEHANGATAN DARI PERSAHABATAN

Kita mungkin menganggap, berdiri sebagai pemimpin ibarat berdiri di puncak sepi. Memang benar pucuk-pucuk tinggi hanya berdiri bersendiri. Sedangkan tanaman perdu tumbuh bersemak-semak rimbun. Namun, semestinya hidup tidak sebeku itu, selama anda membalutnya dengan persahabatan. Bahkan, pemimpin besar pun tak mau menyia-nyiakan manisnya persahabatan. Miliki jiwa yang sedemikian hangat sehingga kita bisa memandang setiap orang sebagai teman.

Mari periksa persahabatan yang pernah anda rajut. Jangan biarkan hanyut begitu saja tertelan waktu. Jadikan ia sebagai pelumas yang melembutkan kerasnya benturan dalam kehidupan kerja anda. Rasakan sebuah kekayaan hidup yang tak terkira. Simak saja sebuah pepatah bijak, "hidup tanpa teman, mati pun sendiri."