Beberapa waktu lalu sebuah gedung opera di Paris mengundang seorang penyanyi terkenal untuk mengadakan pertunjukan di sana. Tiket pertunjukan telah terjual habis. Semua orang ingin sekali menonton penampilan dari penyanyi terkenal itu.
Tetapi, pada malam pertunjukkan, sang penyanyi jatuh sakit dan tidak bisa tampil di sana.
Kemudian, pimpinan gedung opera itu naik ke atas panggung dan menyampaikan permohonan maafnya, "Tuan-tuan dan nyonya-nyonya, terima kasih sekali atas dukungan anda semua pada pertunjukkan ini. Saya khawatir, karena sakit, artis yang sedang kita tunggu-tunggu ini tidak bisa tampil malam ini. Namun begitu, kami telah menunjuk seorang artis pengganti yang kami harap bisa memberikan hiburan yang tak kalah menariknya."
Langsung saja seluruh penonton berteriak menyatakan kekecewaan mereka.
Pengumuman selanjutnya dari pimpinan gedung opera mengenai nama artis pengganti itu tidak lagi terdengar dan tenggelam dalam gerutu penonton yang dongkol. Suasana yang semula penuh kemeriahan berubah menjadi putus asa dan kekecewaan.
Meski begitu, artis pengganti yang naik ke atas panggung berusaha menampilkan semua kemampuan terbaiknya. Dan, ketika ia selesai merampungkan pertunjukkannya tak seorang pun memberikan tepuk tangan atau applause.
Suasana penonton terasa dingin dan sunyi.
Hingga tiba-tiba dari salah satu sudut balkon, seorang anak kecil berdiri dan berteriak, "Ayah...! Pertunjukkan ayah hebat sekali...!" Ia bertepuk tangan sendiri sekeras-kerasnya.
Para penonton menoleh pada anak kecil yang berdiri di atas balok. Mereka merasa malu betapa tak mampu menghargai penampilan seseorang yang telah berusaha menampilkan pertunjukan yang sebaik-baiknya meski hanya sebagai penyanyi pengganti. Akhirnya, suasana gedung opera pecah dengan gemuruh tepuk tangan dari seluruh penonton.
Pojok Renungan Editor: Berikan yang terbaik, meski tak seorang pun menghargainya. Namun, hargai jerih payah yang telah ditunjukkan oleh orang lain. Bukankah, itu adalah pertanda keberadaban kita?